PADANG PARIAMAN – Pelindungan pekerja migran Indonesia (PMI) sering menjadi isu yang emosional dan harus menjadi perhatian bersama untuk terus diperbaiki. Bahkan masih ada cerita perlakuan buruk, hingga penganiayaan, dan berbagai pelanggaran lainnya yang dialami pekerja migran sejak sebelum berangkat, selama, dan setelah bekerja di luar negeri.
PMI tersebut tersebar di 200 negara. Bahkan, dalam 3 tahun terakhir didominasi oleh PMI yang bekerja di sektor informal sebagai penata laksana rumah tangga atau pengasuh anak, atau pun sebagai pengasuh orang tua di beberapa negara seperti Taiwan, Hong Kong, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.
”Peran negara dalam melaksanakan pelindungan PMI sudah disebutkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2017. UU ini menekankan dan memberikan peran lebih besar kepada pemerintah dalam penempatan dan pelindungan PMI,” kata Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor saat Sosialisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Informasi Peluang Kerja Luar Negeri di Padang Pariaman, Sumatera Barat, Rabu (20/7/2022).
Politisi Partai Bulan Bintang itu menjelaskan dalam undang-undang itu, peran pelindungan PMI telah menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, provinsi, kabupaten atau kota, dan pemerintah desa. Hal ini bertujuan untuk terciptanya mekanisme koordinasi yang efektif sehingga tidak ada tumpang tindih tanggung jawab.
Dalam UU itu disebutkan, pemerintah tidak memobilisasi calon PMI untuk bekerja keluar negeri, tetapi pemerintah wajib memfasilitasi proses bekerja keluar negeri dengan penyederhanaan dan kemudahan layanan.
Menurut Wamen, berbagai permasalahan yang timbul dalam setiap tahapan migrasi tidak terjadi begitu saja. Penting untuk mengetahui peta situasi pekerja migran Indonesia sejak sebelum bekerja, selama bekerja dan setelah bekerja. Sehingga pemerintah bisa memastikan bahwa semua kebijakan dan implementasinya dapat mengakomodir kepentingan PMI untuk menikmati hak-haknya.
Isu penempatan PMI secara non-prosedural, jika diperhatikan kondisi di lapangan, di antara penyebabnya adalah calon PMI tidak mendapatkan informasi yang benar mengenai prosedur dan persyaratan untuk bekerja ke luar negeri. Serta adanya peran pihak ketiga yang biasa disebut calo atau sponsor yang memberikan rayuan dan janji-janji dalam merekrut calon PMI, serta masih belum optimalnya pengawasan lalu lintas orang untuk ke luar negeri dan penegakan hukum.
”Kami menilai perlu adanya pengawasan yang lebih massif dilakukan oleh pemerintah, baik di pusat maupun di daerah terhadap adanya peluang kerja luar negeri yang terindikasi penipuan, yang mana saat ini informasi tersebut marak tersebar melalui media sosial atau website, dan dapat membahayakan keselamatan pekerja migran kita,” tegas Afriansyah.
Terkait hal tersebut, lanjut Afriansyah, Kementerian Ketenagakerjaan juga telah mengimbau kepada seluruh dinas yang membidangi ketenagakerjaan untuk melakukan imbauan dan meneruskan penyebarluasan informasi secara masif kepada masyarakat untuk mewaspadai lowongan pekerjaan yang terindikasi penipuan.
Wamen menegaskan kepada seluruh peserta sosialisasi yang berminat bekerja ke luar negeri melalui perusahaan penempatan, agar dapat memastikan bahwa proses penempatannya dilakukan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang telah memiliki izin dari pemerintah Kementerian Ketenagakerjaan.
”Kami tegaskan bahwa selain P3MI, seperti perusahaan yang lain atau Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) tidak dapat melakukan proses penempatan PMI,” tegasnya.
Wamen juga mengakui, pelaksanaan pelindungan PMI tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja atau dilakukan oleh satu kementerian atau satu lembaga, atau oleh pemerintah daerah saja. Namun perlu juga melibatkan pemangku kepentingan lainnya.
”Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan di Kabupaten Padang Pariaman untuk berkolaborasi, bekerja sama dan berkoordinasi dalam mengawal pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017. Kami sangat yakin, jika kita mengawal pelaksanaan UU tersebut secara bersama dan sinergis dengan menyingkirkan atau meninggalkan ego atau kepentingan pribadi masing-masing, maka pelindungan PMI baik pada tahapan sebelum bekerja, selama bekerja dan setelah bekerja dapat terwujud, yang mana pada akhirnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas, khususnya para CPMI atau PMI,” terangnya.