JAKARTA – Sertifikasi halal belakangan ini ramai diperbincangkan lantaran sudah tidak milik Majelis Ulama Indonesia, tapi kewenangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.
Menag Yaqut Cholil Qoumas menilai bahwa keputusan undang-undang (UU) menyebutkan bahwa sertifikasi halal diselenggarakan oleh pemerintah bukan organisasi kemasyarakatan (Ormas). ”Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan UU, diselenggarakan oleh pemerintah, bukan lagi Ormas,” katanya.
Pernyataan Menag Yaqut yang menilai MUI adalah ormas menjadi persoalan baru. Menurut Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra, MUI itu tidak bisa dibentuk dengan yayasan atau ormas, seharunya MUI itu dibentuk dengan UU.
”Misal, UU nomor sekian, tahun sekian, tentang bisa pembentukan MUI atau pembentukan majelis agama-agama. Sehingga MUI akan jadi satu badan yang dibentuk oleh negara, walaupun tidak bisa diinterpensi oleh negara. Ini pasti bisa, negara saja bisa bentuk KPU dan KPK,” kata Yusril saat memberikan kuliah politik di Bimtek Anggota DPRD Provinis, Kabupaten, dan Kota Fraksi Partai Bulan Bintang di Marlynn Park Hotel, Senin (4/7/2022).
Yusril menambahkan, kalau pemerintahnya berwibawa, pemerintah bisa membuat UU pembentukan MUI sebagai suatu lembaga independen, mandiri, berwenang untuk mengambil keputusan-keputusan di bidang agama. Apapun keputusan MUI nanti, pemerintah tidak bisa menginterpensi dan harus dijalankan.
Kalau MUI dibentuk jadi lembaga dan ada UU-nya, lanjutnya, tidak akan ada lagi ledek-ledekan. Namun, mengenai siapa anggotanya, menurut Yusril tinggal disebutkan di UU dan pemerintah tidak usah ikut campur. Presiden hanya mengesahkan susunan pengurus MUI.
”Kalau misalnya agama lain keberatan tentang MUI yang jadi lembaga dan adanya UU, ya tinggal dibentuk juga majelis agama-agama lain, supaya adil,” tegasnya.
Jadi, kata Yusril, yang menentukan halal atau haram bukan pemerintah lagi. Yusril mencotnohkan, sekarang ini banyak yang mempersoalkan vaksin, misalnya mengandung babi atau khamer. Nah, hal seperti ini harus ada yang memutuskan halal atau haram dan bukan pemerintah yang memutuskan, tapi MUI yang memutuskan dengan catatan bukan yayasan atau LSM seperti yang dilontarkan Menag Yaqut.
Jadi, gambaran itu semua hanya bisa terjadi kalau ada kekuatan politik yang memperjuangkan itu. Baik dia duduk di pemerintahan maupun DPR. Kalau kekuatan politik yang mendukung seperti itu tidak ada di DPR atau presidennya muslim, tapi tidak suka sama Islam, mau dibawa ke mana negara ini.
”Umat Islam itu perlu juga disadarkan, apa yang masyarakat harapkan, cita-citakan yakni pemerintahan yang amanah, yang menghormati agama, yang menjalankan seruan-seruan agama itu akan terjadi jika ada satu parpol Islam yang mempunyai kekuatan politik yang signifikan, ya PBB ini,” jelasnya.