JAKARTA – Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra menyatakan dukungannya kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Syarifuddin, yang bertekad untuk memberantas makelar kasus dan menegakkan kembali citra MA sebagai badan peradilan tertinggi di negara ini.
Yusril yang sekarang menjadi Advokat mengakui bahwa citra MA kini merosot tajam dengan munculnya putusan-putusan kontroversial dengan pertimbangan hukum yang ala kadarnya.
Pertimbangan hukum putusan MA mestinya mendalam dan penuh nilai akademis dan filosofis sehingga menjadi bahan renungan dan rujukan. Kebanyakan pertimbangan putusan MA hanya mencerminkan tingkat akademis sarjana hukum tingkat strata 1, sumir dan jauh dari pertimbangan yang mendalam.
“Saya kadang-kadang merumuskan argumentasi perkara menggunakan kerangka berpikir filsafat hukum dan teori ilmu hukum puluhan halaman. Tetapi dijawab dengan putusan dengan pertimbangan hukum dua sampai tiga halaman yang sangat jauh dari kedalaman. Kualitas putusan MA sangat mengecewakan,” kata Yusril.
Yusril adalah Menteri Kehakiman dan HAM RI yang menangani pembaharuan badan peradilan di awal Reformasi. Dia melakukan upaya luar biasa memisahkan kewenangan pemerintah dalam menangani administrasi, keuangan dan personil pengadilan yang sejak awal kemerdekaan berada di tangan Kementerian Kehakiman, menjadi sepenuhnya kewenangan MA.
Pemerintah dulu menangani urusan administrasi, keuangan dan personil dengan maksud agar pengadilan fokus menangani perkara (yustisial), sehingga tidak direpotkan dengan urusan-urusan lain.
Tetapi pemerintah justru dianggap campur tangan urusan pengadilan, sehingga kewenangan itu dilepaskan oleh pemerintah. Kini setelah dilepaskan, kenyataannya pengadilan tidak menjadi lebih baik. Menunggu salinan resmi putusan saja perlu waktu berbulan-bulan bahkan tahunan. Ini membuka peluang terjadinya pungli untuk mempercepat hal-hal yang bersifat administratif.
Maraknya makelar kasus (markus) juga karena disebabkan rendahnya integritas moral para pegawai dan para hakim sendiri. Pegawai biasanya menjadi perantara untuk memuluskan keinginan pihak-pihak yang berperkara.
Para hakim yang lemah integritasnya, mudah sekali tergoda untuk memenangkan keinginan salah satu pihak yang berperkara. Tetapi pertimbangan putusannya janggal, bahkan aneh. Tidak nyambung antara pertimbangan hukum
majelis hakim dengan diktum putusan. Ini seringkali terjadi pada berbagai putusan pengadilan.
“Karena itu, saya berpendapat, langkah Ketua MA M. Syarifuddin untuk memberantas markus pantas didukung semua pihak. Kontrol internal terhadap jalannya peradilan memang harus ditingkatkan,” jelasnya.
Begitu juga kontrol eksternal dari Komisi Yudisial yang mengawasi etik dan prilaku hakim perlu ditingkatkan. Hal lain yang sangat perlu diperhatikan adalah rekrutmen, mutasi dan promosi jabatan hakim. Ini sepenuhnya kewenangan MA.
“Kalau rekrutmen, mutasi dan promosi hakim sudah sarat dengan suap-menyuap, jangan berharap pengadilan kita akan menjadi lebih baik,” tegas Ketum Partai Bulan Bintang ini.